Dibandingkan dengan Melbourne dan Adelaide,
Perth memiliki suasana ditengah keduanya, tidak sepi sangat seperti
Adelaide atau ramai layaknya Melbourne. Perth sangat cocok untuk
pelajar Indonesia yang sangat cinta tanah air alias dikit- dikit pengen
pulang. Letaknya yang tidak begitu jauh dari Jakarta, hanya sekitar 4
jam menggunakan pesawat dan harga tiket yang cenderung murah, sekitar
$200 harga normal, mungkin hanya 100 bucks jika sedang promo sale.
Pertama kali menjejakan langkah dibawah
sinar mentari Perth, kalimat yang pertama keluar adalah “Hangat”, mungkin karena letaknya yang tidak terlalu selatan dan ada
di ujung barat, hawa Indonesia sedikit terasa di kota ini. Sebelum
menikmati kota ini, alangkah baiknya kita menuju Kings Park untuk
melihat kota dari pinggir, check it out..
Selain cuacanya yang lebih bersahabat untuk kaum pribumi ibu pertiwi,
Perth memiliki sisi sejarah masa lampau yang sexy banget, mulai dari
penjara yang serem, kota pelabuhan dan benteng besar pinggir laut yang
asik buat chill out. Fremantle adalah
suburb (kota) kecil pinggir pantai yang paling enak untuk dijajah,
berbagai macam cafe, restaurant, berbagai toko yang menarik dapat
menjadikan satu hari bagaikan 2 jam, tapi hati-hati dengan dompet, bukan
masalah copet tapi tangan kita sendiri yang kadang menjadi musuh dalam
selimut.
Perth sendiri memiliki garis pantai panjang
yang indah dan salah satu tempat asik buat nonton para surfer memacu
ombak. Harga makanan pun tidak terlalu mahal dan Sunday Marketnya
banyak, saya pernah mendatangi 3 Sunday Market dalam satu
hari. Anak muda Perth memang sudah terkenal rada bengal, menurut obrolan
santai dengan teman yang sudah tinggal bertahun-tahun disana, angka
keributan antar kelompok anak muda sedikit tinggi dan gaya menyetir
kendaraan masyarakat Perth yang lebih agresif dibanding dua negara
bagian yang pernah saya jelajahi, memang kadang memancing kita untuk
semakin ugal-ugalan di jalanan, tetapi itu tidak mengurangi keseruan
Perth untuk dijelajahi.
Setelah perjalanan panjang dari Selatan ke
Barat, di lain kesempatan mungkin saya akan menulis perjalanan dari
Utara ke Timur. Mungkin tidak short seperti ini karena dengan
menulis seharusnya dapat membawa kita terbang menelusuri setiap langkah
di masa lalu. Tulisan ini hanya mewakili beberapa paragraf dari sebuah
tulisan buku tebal yang hanya tercetak di dalam hati, memilih beberapa foto dari ribuan untuk ditampilkan memakan waktu
tersendiri, jadi biarkan imajinasi yang berputar dan apabila
memiliki kesempatan yang baik mungkin beberapa pembaca akan berdiri di
sudut yang sama dengan saya ketika tulisan ini diangkat.
Hari ini tanggal 18 Maret 2013, saya
menulis di Pantai Glenelg. Rumput
tetangga akan selalu lebih indah. Salah satu teman mengatakan, pergilah keluar
rumah jika ingin melihat dunia ini, karena kita tidak akan
pernah tahu meskipun puluhan tahun tinggal di dalamnya. Perjalanan
keluar selalu membawa banyak pelajaran apabila kita menikmatinya, karena
tidak selalu semua berjalan mulus dan sesuai dengan yang kita harapkan.
Tapi disitulah pembanding dengan apa yang kita rasakan ketika kita
berada di dalam rumah. Indonesia bukanlah rumah yang bagus apabila kita
lihat dari luar, masih banyak yang harus di daur ulang, genteng diganti,
rumput halaman belakang harus dipotong dan masih banyak lagi. Tugas kita
sebagai traveler yang harus membereskan, karena kita telah melihat
bentuk rumah dari luar. Dirgahayu Indonesia!