Banyak bukti menunjukkan masih minimnya kualitas pendidikan di
Indonesia. Dari segi fasilitas, tercatat masih ratusan ribu sekolah
rusak di penjuru Nusantara. Dari segi sistem, pemerintah masih mencari
kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum lagi rendahnya mutu
guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut memperburuk
kondisi pendidikan Indonesia. Ironis, padahal Indonesia merupakan negara
dengan pertumbuhan ekonomi nomor tiga tertinggi di Asia.
Potret negatif pendidikan Tanah Air tersebut tidak luput dari kacamata dunia. Al-Jazeera, salah satu stasiun televisi berita dari Qatar, memotret buramnya dunia pendidikan Indonesia dalam reportase khusus 101 East. Seperti dilansir Al-Jazeera, Rabu
(27/2/2013), reportase tersebut menyelidiki mengapa sistem pendidikan
di Indonesia merupakan salah satu yang buruk di dunia.
Liputan Al-Jazeera dititikberatkan
pada cerita salah satu Pengajar Muda dari program Indonesia Mengajar
besutan Anies Baswedan. Sarjana Teknik berusia 23 tahun ini meninggalkan
kemewahan Jakarta untuk mengajar di daerah Tambora, Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat (NTB). Sebelum diberangkatkan ke daerah Terluar,
Terdepan, Tertinggal (3T) di seluruh Indonesia, para Pengajar Muda
dibekali latihan bertahan hidup ala militer.
Al Jazeera menyebut,
belum lama ini Indonesia berada pada peringkat akhir dalam
pemeringkatan taraf pendidikan yang menghitung tingkat literasi, hasil
ujian, tingkat kelulusan dan parameter kunci lainnya dari 50 negara.
Selain itu, hanya sepertiga dari 57 juta anak usia sekolah di Indonesia
yang menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Minimnya kondisi pendidikan
di Indonesia juga diperparah dengan rendahnya mutu pengajar dan wabah
korupsi di berbagai bidang.
Para praktisi dan pengamat
pendidikan menilai, sistem pendidikan Indpnesia lebih menekankan
pendidikan menghafal ketimbang berpikir kreatif. Budaya pengajaran satu
arah, pendekatan kaku dalam pendidikan keagamaan, serta minimnya tugas
membaca diidentifikasi sebagai persoalan-persoalan utama.
Para
pakar pendidikan Indonesia menyatakan bahwa setengah dari jumlah guru di
Tanah Air tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk mengajar dan 20
persen dari jumlah guru yang ada sering kali tidak menunaikan kewajiban
mereka sebagai pengajar. Selain itu, banyak guru di sekolah negeri
bekerja di luar sekolah untuk menambah penghasilan.
Korupsi juga
merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa
menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar
fasilitas yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption
Watch (ICW) mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari
korupsi, dengan 40 persen biaya operasional sekolah yang seharusnya
menjadi jatah mereka "disunat" sebelum sampai ke ruang kelas.
Sementara
itu, jutaan dolar bantuan pendidikan digelontorkan berbagai negara
asing untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Angka ini tidak
sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk
pendidikan dari APBN. Beberapa observer internasional juga
mempertanyakan mengapa Indonesia masih mengandalkan pendanaan luar untuk
pembangunan sekolah mengingat status Indonesia dari Bank Dunia sebagai
negara dengan penghasilan menengah.
Merespons berbagai kritik
tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kurikulum baru sebagai usaha
menyederhanakan pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, dan
menciptakan lebih banyak doktor. Salah satu kontroversi yang bergulir
seputar kurikulum baru ini adalah pengurangan jumlah belajar pendidikan
sains, geografi dan bahasa Inggris di sekolah dasar, serta meningkatkan
jumlah pendidikan nasionalisme dan patriotik.
Banyak pendidik
mempertimbangkan kondisi ini dapat mendorong Indonesia kembali ke "zaman
batu" di era globalisasi. Mereka berpendapat, usia dini adalah saatnya
memberikan berbagai formula pendidikan yang merangsang kemampuan
berpikir anak-anak, terutama mengingat tingginya angka putus sekolah
usai jenjang sekolah dasar ini.
Tetapi pemerintah membela diri
dengan menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan menyederhanakan sistem
sekolah yang dikritik karena membebankan terlalu banyak subjek pelajaran
kepada para siswa.
Sumber: okezone.com
Zaman Batu di Era Globalisasi
Maybe you are interested in reading this!
ABOUT AUTHOR
I know life is tough laughter, and the tears came and went until I was do not know when, sadly it comes and laughter when it came

Author : Mr. Lubis
Setelah anda membaca artikel berjudul Zaman Batu di Era Globalisasi jika ingin menyalin (copy-paste) artikel ini, sertakan link dibawah ini sebagai sumbernya :
Labels:
RI Education
Thursday, February 28, 2013


Terbang Ke Eropa
London - Saat berlibur ke negeri orang, tentunya traveler harus menyiapkan berbagai perlengkBerkunjung Ke Eropa
Traveling ke Eropa berarti Anda akan mengunjungi tempat yang sangat lain dari Asia. OleLiburan Ke Eropa
Eropa di mata traveler Indonesia adalah kota tua dan antik, perkebunan anggur nanVisa Schengen
Liburan ke Eropa, jangan lupa membawa Visa Schengen. Inilah 'benda sakti' yang memudahkanCamilan Khas Eropa
Traveling ke Eropa, tak afdol kalau belum mencicipi aneka kulinernya. Beda neg